Rabu, 24 Juni 2015

Dear 'You',

Hai...

Padahal baru kemarin ya ketemunya..hehe. Rasanya bulan Juni ini satu lagi bulan yang sulit bagi aku, sejak Februari kemarin. 2 bulan hilang kontak denganmu bukanlah masa-masa yang menggembirakan. Maksudku, aku memang banyak mendapat dukungan moral, semangat, doa, dan ajakan untuk refreshing biar gak galau aja. Tapi, kamu seolah hadir lagi dan membutuhkan cahaya dariku. Bukan maksud GR, tapi rasa ini, seberapa kerasnya pun berusaha kau padamkan, kau bunuh, ia masih tetap disana.

Kau datang menanyakan kabarku saat aku putuskan untuk benar-benar hilang darimu. Iya, aku KEPO selama 2 bulan kurang lebih. Meski kita sudah tidak saling berkawan di media sosial, tapi aku selalu menemukan cara untuk tahu kabarmu. Ada rasa sakit dan senang juga kala itu, melihatmu sehat dan baik-baik saja, tapi kamu sekarang memilih dia. Rasanya, tak perlu aku terlalu khawatir, karena saat ini ada dia yang selalu memperhatikanmu.

Saat kau datang menanyakan kabar, saat itu pula aku merasa rindu yang meluap, sekaligus kemarahan yang membara. Mengapa seolah-olah ini memang sudah diatur? Kau tahu, saat malam kau menanyakan kabarku lewat pesan singkat, di siang harinya aku baru saja mengemasi barang-barang pemberianmu dan menyimpannya di gudang, lalu aku blokir semua akunmu di media sosial. Mengapa kau datang seolah-olah kau sudah kehilanganku?

Sempat aku memenangkan kembali egoku, dengan membalas pesanmu 6 hari setelahnya. Aku putuskan untuk membalasnya. Beberapa hari kemudian chat kita jadi nyambung setelah sekian lama. Waktu itu kau bilang sedang ada masalah dengannya, lalu kutanya "Apa ada hal lain yang kau sadari?" Kau pun menjawabnya dengan "Ya, masih ada seseorang yang memang sayang sama aku. Itu kamu." Tanpa berpanjang kata lagi di chat, motorku kala itu langsung mengarah ke rumahmu.

Sesampainya disna, aku melihat ibumu di warung. Mencium tangannya adalah sudah biasa. Beliau pun berkata padaku "Baru tadi mama mikirin kamu nak, kok lama gak berkabar, eh dateng. Berarti hati kita terhubung." Aku cuma bisa minta maaf karena lama tak berkabar. Sembari bercerita singkat atas maksud kedatanganku, aku langsung masuk ke dalam, mencarimu. Senyum itu, sebelumnya aku pernah lihat ketika kau bilang tidak enak badan, lalu kutitipkan air mineral berisi pesan "Berjalanlah sejauh yang kau ingin. Ketika kau lelah, kau pasti pulang padaku. Akulah tempatmu kembali". Senyum yang kukenal, tak bisa kutahan untuk membalasnya. Kau pun bergegas mandi, lalu mengajakku bercerita di atap, tempat biasa kita bicara.

Aku berusaha menahan tangis kerinduan. Ku palingkan wajahku. Lalu terjadi percakapan seperti ini:
kamu : disini dah biasanya aku merenung, mikirin tentang kita
aku : mikirin siapa?
kamu : kita, aku dan kamu
aku : (menitikkan air mata) ya ini kan pilihanmu. Sekarang kamu masih mau di dalamnya, atau keluar?
kamu: (terisak)
aku : (menoleh ke arahmu, lalu berdiri di hadapanmu) boleh aku peluk?
kita : (berpelukan sambil terisak)

Ingatkah kamu? Aku sempat mengajakmu kembali bersama. Aku tahu berat dalam hati dan pikiranmu, karena kau terlanjur berkata "tidak akan kembali padaku" ke kedua orang tuaku, terutamanya yang menyakiti hati ibuku. Jadi, aku mengajakmu kembali. Namun jawabanmu selalu sama, "Aku tidak bisa". Sampai kemarin pun, jawabanmu masih tetap begitu. Ada apa...?

Sejak saat itu, kita berkomunikasi. Aku menganggap bahwa ini adalah kesempatan, dan kesempatan yang sama tidak selalu datang lagi. Jadi aku putuskan untuk berjuang lagi. Kau pun mengutarakan keluhanmu tentang pacarmu. Aku berada di posisi yang tidak mengenakkan. Sehingga, atas nama wanita, dan karena aku tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh seorang wanita ketika berada di posisi itu, aku memberimu masukan, yang secara tidak langsung membela pacarmu. Aku hanya berharap pikiranmu terbuka mengenai apa yang sebenarnya kaum kami, wanita, rasakan. Dan, yang paling penting adalah, aku berharap kau BENAR-BENAR menyadari bahwa HANYA AKU yang mampu MEMAHAMI DIRIMU.

Berulang kali jawabnmu tetap serupa. Berkali-kali pula aku hampir putus asa. Tapi aku tidak hilang harapan. Dalam harapan kecil itu aku terus berusaha. Aku hanya tidak ingin menyesal nantinya karena tidak memperjuangkannya. Sampai kemarin, wacana yang keluar dari mulutmu benar-benar membuatku tak bisa mengeluarkan kata-kata, tapi air mata.

Tak ku sangka, kau mengiyakan keseriusan hubunganmu, yang baru berjalan kurang lebih 3 bulan ini, ke arah yang lebih serius. Kau iya-kan permintaan orang tua pacarmu untuk melangkah ke arah yang lebih serius. Kau bilang akan melanjutkan hubunganmu denganya ke arah "itu" setelah ia menamatkan studi S2, yang berarti tidak lama lagi. Hatiku sakit, rasanya mungkin lebih sakit dari kemarin. Aku berusaha meyakinkanmu lagi, tapi jawabanmu selalu begitu. "AKU TIDAK BISA".

KAMU TIDAK MAU!!!

Begitu kataku tegas padamu. Selama ini aku telah berusaha menyelamatkanmu, karena seringkali kau berkata bahwa dirimu telah tenggelam terlalu dalam dalam hubungan ini. Apa yang membuat tidak bisa...? Bahkan kau bilang ibumu memintamu untuk memikirkannya kembali, dan beliau juga masih memikirkanku kan katamu..? Mengapa..? Aku terus bertanya-tanya, apa salah caraku? Aku salah lagi? Apa seharusnya aku tidak mengatakan sesuatu yang membuatku seolah-olah membela pacarnya? Apa kurang kasih sayang dan perhatianku? apa....?

Kau bilang "Andai saja saat itu kamu tidak terlambat menyadari bahwa aku mencintaimu, sangat...tapi kau, dengan sikapmu, membunuh rasa cintaku. Sekarang hanya rasa sayangku yang tersisa, dan aku selalu rindu padamu. Tapi aku tidak bisa kembali padamu."

Terlambat? Bahkan aku masih memberimu kesempatan, tapi mengapa kau sekeras itu...? Apa kau masih meragukan ibuku? Ibuku bukanlah orang jahat yang tidak menerima seseorang begitu saja tanpa alasan. Mungkin iya, akan sulit baginya, karena hatinya juga telah tersakiti olehmu, yang dulu berjanji padanya akan menjagaku, namun akhirnya seolah mencampakkan aku, dan kau sudah memiliki pacar baru lagi. Tapi aku yakin, kita berdua, bersama-sama kita bisa meyakinkan ibuku, meyakinkan semua orang yang memang masih ragu.

Aku tidak pernah memintamu berjuang sendirian...

Aku tidak menunggu seseorang di atas gunung. Aku lebih memilih mendaki bersama seseorang itu, dan bersama-sama menikmati dunia dari atas gunung, melegakan jerih payah kita berdua. Aku sangat mencintaimu, dan aku selalu menyadari hal itu. Tolong masuklah lagi ke dalam hatiku, dan lihat. Mungkin memang tingkahku yang masih menyebalkan dan membatmu jenuh pada akhirnya. Tapi, segalanya butuh proses, bukan? Kita telah melewati 3 tahun yang bukan tanpa ujian. Kita berhasil sejauh itu, karena kita sama-sama yakin akan bisa melaluinya bersama.
masihkah sekeras itu, hatimu...?


Salam hangat,
Aku
(satu-satunya wanita yang akan mengayomimu, mendampingimu, dan berjalan di sampingmu sampai akhir hayat nanti)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar